Petani Rumput Menolak Pakan Ternak Impor

Tak mau jadi korban adanya impor rumput. Ulah cukong dengan aksi impor yang menjatuhkan martabat petani. Mereka tak memikirkan nasib kesejahteraan petani rumput yang semakin terdesak. Sudah cukuplah rumput buatan / sintetis untuk pembuatan taman dan lapangan dari negera lain. Semoga rumput alami sebagai pakan ternak menjadi daftar impor.

Petani rumput tak mau nasibnya tragis seperti petani bawang atau padi. Ketika panen, harga di pengempul/agen dibuat murah karena permainan harga pasar. Mau tidak mau, karena kondisi terdesak sehingga petani tetap menjual demi desakan kebutuhan rumah tangga. Tak ada pilihan di profesi lain selain menjadi petani. Kebanyakan petani sebagai profesi orang kampung yang bersifat turun temurun. Tak memiliki keberanian untuk beralih profesi. Mereka tak memiliki modal selain sepetak lahan yang bisa diolah sebagai warisan keluarga. Cara lain, merubah nasib sebagai buruh tani “Tuan Takur” untuk tambahan biaya kebutuhan keluarga yang semakin meroket.

Harapannya petani tidak menjadi korban selanjutnya dari ulah rentenir. Begitu hebatnya rentenir meminjangkan uang dengan bunga yang mencekik. Akhirnya petani akan terus berutang karena ketergantungan. Tak bisa membayar kemudian mereka dengan terpaksa menjual lahan miliknya untuk membayar utang. Kemudian sangat tragis, mereka menjadi buruh tani di lahan yang dulunya milik mereka.

Penderitaan akan semakin bertambah jika impor besar-besaran dilakukan tanpa memikirkan nasib petani di kampung. Petani berharap agar hasil panen dihargai sepantasnya. Mereka ingin bisa membayar tunggakan sekolah anak-anaknya. Harapannya kepada anak-anaknya bisa merubah nasih keluarga mereka. Sebagian dari mereka, tampaknya terus berstatus tetap menjadi petani dan turun temurun. Karena kondisi keuangan keluarga yang tak dapat dirubah sehingga pendidikan anak-anaknya tetap rendah. Kalau seperti ini, maka akan terjadi petani rumput tak bisa hidup mandiri dan menjadi petani berdaya.

Petani rumput dengan menanam, merawat dan membudidayakan di berbagai lahan di kampung. Rumput gajah, odot dan jenis rumput lainnya sebagai kebutuhan pokok hewan ternak. Petani membudidayakan dengan harapan dapat merubah nasib kesejahteraan keluarga petani dan peternak. Apakah nasib mereka berubah? Belum ada jawaban pasti tapi petani bisa merasakannya.

Keberadaan rumput di kampung ditanam petani bisa menjaga keseimbangan ekosistem lho. Rumput dapat menjaga kesuburan tanah dan menahan laju air permukaan. Akar-akarnya mengikat sehingga kokoh menahan erosi permukaan. Oksigen dari rumput pula memberi manfaat bagi makhluk hidup sekitar sebagai “penghisap” karbondioksida. Rumput bukan sekedar tanaman tumbuhan yang dulunya dimusuhi. Keberadaan rumput menjadi penyimbang ekologi tempat hidup ulat dan serangga yang menemani.

Faktor cuaca menjadi kendala pertumbuhan rumput. Usaha dilakukan agar rumput tetap hijau dan segar. Pupuk kandang alami dan penyiraman teratur membuat rumput semakin berkualitas. Hijau menandakan kandungan alami protein dan gizi untuk lembu, kambing, kerbau atau kuda masih terpenuhi. Namun, usaha ini modal dan tenaga sehingga kerja keras dan cerdas akan menghasilkan pundi-pundi uang yang banyak.

Masih tertarik dengan mengimpor rumput atau menolak usaha-usaha yang dilakukan segelintir orang untuk memasukan rumput sebagai pakan ternak utama. Semoga impor rumput tak terjadi dan sesama petani rumput semakin berdaya. Petani berdaya dari usaha rumput dan peternak berdaya dari rumput bukan impor.

Rumput akan tetap berdiri tegak dan badai akan segera pergi. Keberadaan rumput bisa menjaga ekosistem sehingga bencana tak sudi menghampiri karena alami. Rumput bukan sekedar pakan ternak tapi sebagai penyokong harga diri petani di negeri ini.

Rumput kecil yang meliuk-liuk karena terpaan angin akan berdiri tegak kembali ketika badai telah usai

Aesopus ( Penyair dari Yunani 620-564 SM )

Leave a Reply