Filosofi Tunas Kelapa Menjadi Gerakan Pengembangan Potensi Daerah

Di satu gugus depan sekaligus ekstrakurikuler mendapat anggaran puluhan juta pertahun tapi anggota aktif putra/putri tak sampai satu regu. Sebagian pihak, kondisi ini dianggap biasa saja dan sebagian lain malah berasumsi ada yang tak beres dengan pembinaan internal di gerakan tunas kelapa ini?

Teringat tunas kelapa, terlihat pula di dekat rumah, ada dua pohon ditanam berjejer rapat sehingga “tempuk” ujung-ujung antar pelepah. Pohon ini akan memproduksi buah yang tak maksimal hasilnya karena dipaksakan kondisi penanaman tanpa perhitungan dan perencanaan yang tepat dan benar. Tipe kelapa ini juga berbeda, warnanya “pentil” tak berwarna cokelat tapi berwarna orange.

Pohon Kelapa Muda

Di kebun kelapa samping rumah, tak ada tampak buah di antara dahan kelapa yang menjulang panjang dan batang tegak tinggi. Sebelum menjadi buah, sudah dipangkas tangkainya. Diubah calon tunas buah untuk produksi nira kelapa. Nantinya nira ini diubah untuk orang-orang penikmat di warung tuak. Fungsi awalnya sudah berubah dari pohon kelapa.Tunas kelapa saja perlu perlakukan khusus sebelum tumbuh besar dan produktif. Pemilik, petani atau penyadap nira atau kelapa akan merasa senang jika kebun kelapa luas dan ada di mana-mana.

Nah, sebagian orang tak mau lagi menanam bibit kelapa karena lebih menguntungkan bibit kelapa sawit, buah naga, durian, ubi, porang, kentang, bawang, cabai dan lain-lain. Bagaimana nasib buah kelapa kedepannya padahal kebutuhan rumah tangga, jajanan hotel, pinggiran dan industri sangat tinggi.

Pohon Kelapa untuk Nira

Bagi saya sebagai orang kampung, menaman kelapa ini jadi peluang besar dari sisi lingkungan dan pemberdayaan gerakan ekonomi masyarakat. Tapi saya malah berpikir, apakah orang-orang yang pernah didik dan banyak berkecimpung di gerakan tunas kelapa mau mengembangakan tanaman kelapa?

Atau mereka hanya sebagian kecil saja memikirkan itu menjadi peluang untuk kesejahteraan bersama. Apakah simbolik gerakan ini cuma pada pencantuman di atribut dan slogan saja. Tak masuk ke jiwa dan raganya bahkan tindakan nyata sebagai pengembangan potensi daerah di mana ia tinggal sekarang.

Saya menulis ini sebagai asumsi dan bahan refleksi bersama, bahwa tumbuhnya gerakan praja dengan filosofi tunas kelapa tetap ada di nusantara. Menanam dan memberdayakan masyarakat adalah tindakan suci untuk Indonesia.

Leave a Reply