Sandi Firly (Catatan Ayah tentang Cintanya kepada Ibu)
“Benar kata seorang penulis, bila kita terus menerus mengimpikan sesuatu, maka segenap alam semesta akan membantu kita mewujudkannya. Dan sekarang, tibalah giliranku menemui mimpi-mimpi itu”
Pengakuan ini saya lakukan. Kejadian fakta bahwa tulisan huruf dan rangkaian kata-kata terbaca jelas di buku tulis sebagai buku terlaris di Indonesia. Tulisan latin atapun “balok” sangat bagus, rapi dan nilainya selalu sempurna. Goresan itu sebanding lurus dengan tulisan kapur di papan tuliskan bercat hitam yang mereka lakukan.

Sampai sekarang, rangkaian huruf menjadi kata dan kaliman tetap saja seperti “ceker ayam”. Tak terlalu PD untuk menuliskan di papan tulis white board dengan spidol berwana hitam, merah atau biru. Menyikapinya ya dengan coretan gambar atau peta konsep saja di buku tulis atapun block note yang saya cetak khusus.
Mimpi itu jadi kenyataan, bagaimana mengoptimalkan tulisan tidak di buku tulis. Lebih banyak jari-jari tangan ini digunakan di keyboard laptop dan medsos untuk merangkai kata. Pilihan hurufnya juga bertebaran. Kalau di buku tulis, sulit kebaca rangkaian kata-kata ini orang lain. Hanya saya dan Tuhanlah yang tahu apa maksud pena ini ada di atas kertas putih.
Ditulisan inilah, saya menuliskan pengalaman itu bagaimana gejolak hati terus berperang melawan kondisi. Belajar menulis di media online terinspirasi dari beberapa karya-karya buku yang saya beli di toko buku resmi. Penulis-penulis ini saya kenal karena saya mengajukan pertemanan di FB sebagai pengemarnya. Beli bukunya di toko buku dan kemudian saya kirim pesan melalui twitter, facebook sebagai akun resmi mereka yang tertulis dibagian paling belakang lembar buku karyanya.
Sebuah citra yang ingin diungkapkan, ada 5 penulis buku yang mau balas pesan saya melalui kotak pesan wa/facebook/twitter secara pribadi dan bukan melalui tim admistrasinya. Bagi orang lain, mungkin ini peristiwa biasa saja tapi berbeda dengan saya. Pembelajaran unik dan berkesan yang saya rasakan dengan penulis mayor yang bukunya dijual berbagai toko kota besar Indonesia. Mereka begitu asyik dan memberikan saran berarti apa yang saya lakukan tentang tulisan saya yang masih kacau balau. Dari mereka saya bisa belajar bagaimana tentang cover, alur cerita, komunitas dan lain-lain. Mereka terkenal dan masih mau meluangkan waktu untuk balas pesan pribadi. Padahal saya bukanlah orang penting bagi mereka karena saya cuma orang kampung. Mereka punya buku-buku yang dicetak massal dan berkualitas dari isinya bagi pembacanya tetapi tidak merasa sombong akan kebesaran namanya.
Tulisan ini saya ungkapkan khususnya bagi buku yang saya beli/lihat di toko buku Gramedia Kota Medan. 5 penulis itu dicitrakan dibawah ini.
Sam Edy Yuswanto

Penulis yang tinggal di Kebumen ini saya kenal melalui facebook teman. Beberapa teman yang saya kenal berkomentar di beberapa unggahan tulisan dan foto tentang dirinya. Saya telusuri terus medsosnya dan keberanian diri untuk mengajak perteman dengannya. Nama akun facebooknya itu Sam Edy. Kalau di portal kompasiana menggunakan nama sam_edy. Pada profilnya ini beliau menuliskan pekerjaanya sebagai “Kuli Tinta”. Sebuah analogi cerdik yang menggambarkan kegigihannya bekerja untuk menulis sebagai profesi utamanya.
Saya membeli 2 buku karya mas Sam edy. Judul pertama “Saya Bersyukur dan Saya Bahagia” serta “Boleh Bersedih tapi Jangan Berlebihan” yang diterbitkan oleh Quanta dari group Elex Media Komputindo. Perjuangan mendapatkan buku ini butuh perjuangan. Di postingan medsosnya, beberapa orang sudah memilikinya yang dibeli di toko buku di pulau Jawa. Sedangkan disini, beberapa kali saya mencarinya tak ada. Di layar komputer saya cari nama dan judul bukunya juga belum tersedia. Di akhir 2018 saat liburan bersama anak, untuk menuntaskan petualangan akhir tahun pengisi liburan saya cari buku tersebut. Ketemulah buku itu di rak religius. Bersanding dua buku itu berdekatan. Ambil posisi untuk berfoto dan kemudian ckrak, ckrek oleh anak pertama saya.

Buku ini sudah berulang kali saya pinjamkan sama siswa didik dan teman-teman untuk membacanya. Saya bawah berlibur, naik pesawat dan beberapa kegiatan nasional lainnya. Bacaan ini terasa ringan untuk dibaca. Sebuah karya untuk bisa merenung bagaimana kita harus bersyukur sehingga bahagia. Kadang mendapatkan kesedihan dan segera bangkit karena hidup terus berjalan. Testimoni untuk Mas Sam Edy yang begitu lihai dari tulisannya itu. Isi buku merupakan kumpulan tulisannya di berbagai media online atapun cetak di beberapa daerah Indonesia. Misalnya di harian Analisa Medan, Padang Ekspres, Radar Madura, Radar banyumas, Alif.id, Iqra.id dan lain-lain. Tulisannya tentang cerpen, resensi buku dan tentang kehidupan beragama. Beberapa opini menghiasani catatannya di media surat kabar dan postingannya di facebook.
Sebagai pengemarnya, mengirim foto buku saya bersama itu dan menjadi pengatar diskusi hangat melaui pesan di FB atau whatsapp. Saran dan informasi dibaginya. Keberanian muncul saat suatu kesempatan, mengajak beliau menjadi narasumber sebuah kegiatan. Beberapa diskusi dilakukan dan keputusan kami diambil bersama. Tak jadi kerjasamanya bukan urusan honori. Keputusan ini terkait tanggung jawab yang lebih besar sehingga ditolaknya apalagi permintaan saya yang terlalu berlebihan. Saya memakluminya keputusan tersebut dan logis untuk menerima apa yang disampaikannya.
Saya bangga bisa berkenalan dengan beliau. Beliau bukan guru formal di sekolah tapi beliau sebagai guru bagi saya. Memberikan ilmu dan pencerahan untuk menjadi manusia untuk terus belajar dari setiap kejadian. Bersyukur sehingga kita bisa bahagia. Bersedih dan segera bangkit dari keterpurukan. Terima kasih untuk guruku yang mulia karena tulisannya.
Niken Purwani
Mengapalah buku ini berada di rak Pengembangan Diri. Padahal isinya kan tentang kisah-kisah inspirasi penulis dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Buku berjudul Inspiring Classroom Stories: Kisah Inspiratif dan Penyemangat bagi Para Pendidik Berbagi Ilmu yang diterbitkan oleh Bhuana Ilmu Populer (BIP) begitu memikat.

Kebetulan disusunan buku ini ada sampul plastik tipisnya sedikit kebuka. Jadi deh diintip-intip bagian dalamnya. Ternyata wau, isinya begini menarik bagi saya sebagai seorang guru. Ulasan kisah mengajarnya diutarakan begitu nyaman sebagai sebuah buku. Menggebu-gebu, terus ada ritme yang slow dan kemudian bisa bilang hore se isi kelas usai pembelajaran. Buku yang saya beli pada Oktober 2017 membuat kesan tak terlupakan apalagi penulisnya juga sebagai seorang guru. Ada email, dan media sosialnya untuk mengenalnya lebih dekat.
Kisahnya seperti isi buku Chicken Soup for the Teacher’s Soul. Setiap bagian begitu asyik untuk dibaca dan diterapkan nantinya di kelas. Latar penulis sebagai guru/pelatih/tentor Bahasa Inggris. Ibu Niken Purwani atau sering dipanggil Keke begitu lihai dalam mengelola kelasnya menjadi sesuatu yang menarik dan tertantang untuk melakukannya. Beberapa media dibawah atau dimodifikasi untuk menyemarakan pembelajarannya di kelas.
Terlepas dari itu semua, sebagai sesama guru maka bagaimana saya harus bersikap untuk berkomunikasi kepada beliau. Beliau sebagai guru di SMAN 1 Cilacap mampu menulis sebuah buku yang diterbitkan secara mayor. Saya memandangnya bukan urusan royaltinya tapi bagaimana saya harus tahu proses karyanya itu dihasilkan. Ternyata tak mudah yang saya bayangakan selama ini. Butuh waktu cepat untuk setiap revisi dan aturan bagian-bagian sudah diatur sedemikian rupa karena harus mengikuti standarnya penerbit BIP.

Jika seperti ini, terasa berat bagi saya untuk bisa menembus penerbit BIP. Proses itu sudah tuntas dijalani ibu Keke sebagai penulis mayor. Bagi saya, sebuah diskusi yang dapat saya lakukan kepada beliau berawal dari facebook. Saya kabarkan bahwa saya sudah membeli bukunya di toko buku dan mengirimkan bukti buku tersebut ada di atas laptop saya yang sedang saya baca. Pada suatu waktu, saya diajak teman untuk berbagi sebuah program pelatihan olimpiade sains bagi guru. Saya mengisi diskusi di malam hari di sesi tambahan saja sebagai “hiburan” tentang bagaimana guru bisa berkarya dengan menulis. Buku ICS inilah saya jadikan contoh bagi mereka untuk menulis sebuah pengalaman mengajar menjadi buku. Memang banyak inspirasi dari buku dari sisi cerita dan alurnya. Ternyata referensi ini sesuai dengan peserta saat itu dan lebih memahami bagaimana membuat buku yang menarik dari pengalaman mereka mengajar.
Kebahagian saat permohonan saya diterima dalam diskusi di facebook dan berlanjut di whatsapp. Saya meminta Ibu Keke untuk menjadi memberikan kata pengantar bukabe (buku karya bersama) Pelangi Bukit Barisan. Buku ini ditulis oleh 26 guru di Sumatera Utara yang menceritakan kisah pengabdiannya unik, sedih dan kebahagian dari seorang guru melaksanakan kegiatan pembelajarannya. Beliau menyanggupi keinginan saya ini. Keinginan sederhana dan sebuah mimpi bahwa dari buku ini terjalinlah sebuah silaturahmi jarak jauh.
Saya dengan beliau sampai saat ini belum pernah ketemu. Merasakan bagaimana ketulusan dan kerendahan hatinya beliau untuk kami yang jauh ini untuk punya karya. Awal gerakan literasi yang dicanangkan oleh Kemdikbud juga menjadi tanggung jawab bersama. Ibu Keke sepertinya punya harapan untuk guru-guru bisa berkarya seperti bagaimana beliau membimbing anak didiknya di sekolah sana bisa berkarya.
Beliau itu guru yang mau digugu dan ditiru semangatnya, pengorban dan ketulusannya untuk berbagi. Inspirasi akan lahir dari orang-orang yang menginspirasi tanpa batas ruang dan waktu.
Joko Sulistya
Sebuah unggahan teman di facebook akhirnya kepincut. Mungkin karena bintang iklahnya jadi alasannya saya ingin memilikinya. Alasan lain mungkin karena faktor gencar-gencarnya saya mengumpulkan buku bertema KIR (Kelompok Ilmiah Remaja atau Karya Tulis Ilmiah) khususnya untuk pelajar.

Saya kemudian bertanya sama tokoh bintang iklan melalui pesan di wa. Balasan yang disampaikannya untuk hubungi saja agen buku tersebut. Beberapa hari kemudian akhirnya saya pesan buku tersebut sebanyak 4 eksemplar. Mengapa saya sampai 4 buah saya beli? Itu karena ongkir 1 atau 4 sama saja karena dihitung kiloan. Biar irit maka saya lakukan itu untuk dikirim ke Kota Medan. Selain irit, maka saya juga tak terbebani. Sebagian buku ini untuk saya dan saya bagikan kepada pengurus APKIR Sumatera Utara.
Beberapa foto saya kirimkan ke group komunitas kami untuk memotivasi anggota yang ada disana belajar dari buku itu. Setelah saya bagikan informasinya, ternyata banyak yang mau buku yang berjudul “Panduan Membimbing KIR hingga Juara” karya Joko Sulistya. Hingga saya pesan berkali-kali buku tersebut ke agen yang ada di Yogyakarta.
Nasib musibah menimpah saya gara-gara terkait buku ini. Beberapa teman memesan karena tertarik isinya dan kerelaan saya langsung kirim melalui jasa pengiriman ke alamat dimana sekolah mereka bertugas. Namun apa daya, ternyata sebagian mereka tak membayar padahal buku itu sampai ke alamat mereka. Sedih rasanya, padahal bicara harga tak seberapa tapi kecewa ini yang bikin “palak”. Di tulisannya Mas Sam Edy, Boleh Bersedih tapi Jangan Berlebihan jadi penyemangatnya. Ikhlaskan saja, semoga menjadi barakah bagi kehidupan saya. Aamiin.
Tipe saya yang menyukai eksplorasi sebuah media sosial, maka penulis Joko Sulistya ditelusuri juga melalui facebook sesuai alamat yang ada di bagian biodata penulis. Ajak berteman dan kemudian diterima pertemannya. Kirim pesan singkat bahwa telah membeli bukunya. Pesan balasan masuk kepada saya, bahwa saya harus kirim foto bersama buku dan diunggah di medsos. Imbalannya akan dikirim sebuah lampiran 3 file naskah utuh LKTI siswa bimbingannya serta menjadi anggota group KTInya.
Girang menerima tantangan ini demi sebuah karya. Saya butuh contoh yang beginian dan akhirnya file-file tersebut dikirimkan ke wa saya. Ucapan terima kasih kepada beliau. Seorang guru Bahasa Inggris punya prestasi dan pengalaman menulis. Kegitan beliau sebagai narasumber dan menjadi pertemuan penulis/lomba menjadi daya tarik saya untuk mengenal lebih banyak tentang beliau. Saya melakukannya melalui diskusi wa. Dari sanalah saya bisa belajar dari beliau terutama di group facebook. Kemudian bersamanya, menginisiasi teman-teman pembina atau calon pembina agar dimasukan di sebuah group wa. Disana kita bisa belajar dan mendapatkan informasi tentang LKTI, trik lomba dan membimbing siswa. Diskusi hanya anggota group khususnya yang sudah memiliki buku itu.
Jack Sulistya sebagai nama tenarnya di facebook. Mengenal sosok yang idealis dan optimis untuk berkarya begitu nyata. Guru yang tinggal dan bekerja di Yogyakarta begitu produktif menulis buku tunggal dan antologinya. Kita jika mau belajar bersama darinya, membeli karyanya sebagai jalan yang tepat untuk mengembangkan diri. Mempelajari bagaimana menulis dan memberikan manfaat pada orang lain apa yang kita tidak mengetahuinya.
Priyandono
Cerita-cerita Dik Nana yang diceritakan itu sebagai sosok guru honorer dan kegiatan lomba ataupun pertemuan nasional yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah Kasi Kesharlindung. Kisah ini akhirnya muncul di sebuah buku “Guru Pengangkut Air: Elegi Seorang Pengajar Honorer“.
Dik Nana jadi tranding topic saat unggahan tulisan oleh Pak Pri di beberapa dinding pribadi facebooknya atau beberapa group guru. Orang terus berkomentar atas unggahan itu, apalagi muncul sosok Dik Nana yang misterius yang membuat pembacanya semakin penasaran.

Tiba-tiba munculah buku yang diterbitkan oleh Elex Media Komputindo melalui anak perusahaannya Quanta yang berjudul “Berbisnis dengan Tuhan”. Buku yang laris manis khususnya bagi pembaca pengemarnya yaitu guru. Buku ini bisa untuk guru dan luar guru. Bagaimana kita bisa hidup sebagai manusia ciptaan Allah Swt yang melakukan secara binis kepada Sang Pencipta.
Buku yang saya beli di sebuah toko buku ternama di Kota Medan, saya peroleh agak lama dibandingkan di toko buku yang ada di Pulau Jawa. Buku yang sudah diterbitkan di luar negeri dengan berbagai judul baru dan terjemahan bahasa setempat, sebagai bacaan yang renyah. Enak, gurih dan mudah diterima setiap bait katanya bagi pembaca. Tak seberat mengangkat segoni pasir ataupun mendaki sebuah gunung. Dibaca dan diterapkan dalam kehidupan.
Berbisnis dengan Tuhan sebuah buku yang pernah hilang dari tangan saya. Saat mau shalat berjama’ah dan mengambil wudhu, buku ini terletak begitu saja di sebuah masjid yang saya singgahi. Shalat di Masjid tersebut karena azan magrib telah memanggil. Singgahlah saya ke masjid dengan membawa sebungkus plastik putih dengan beberapa buku lainnya. Bungkusan tertinggal begitu saja karena kelalaian saya setelah terburu-buru. Baru saja dibeli malah hilang. Sampai di rumah, penasaran kemanakah bungkusan itu saya tinggal. Telusuri dengan memutar memori kemana saja sebelum saya sampai rumah. Teringat dan yakin bahwa buku ini tertinggal di masjid. Esoknya saya shalat lagi di masjid tersebut dan menjumpai pengurus BMKnya, dan akhirnya ketemu.
Terbacalah buku karya Pak Pri sampai tuntas. Saya bawah kesana dan kemari bahkan naik pesawat. Buku itu saat ini tidak ada sama saya karena saya berikan kepada yang lain. Sebagai tanda kenangan-kenangan saat perpisahan di sebuah bandara dengan teman. Selanjutnya, bagaimana saya bisa membaca tulisan buku Pak Pri lainnya dengan uang pas-pasan? Do’a dan harapan semoga karya guru hebat ini bisa saya wujudkan untuk memiliki dengan segera.
Kihajar Priyandono sebagai nama akun facebook Pak Pri. Beliau merupakan guru pindahan ke SMAN 1 Gresik Jawa Timur. Sebagai guru yang suka menulis di berbagai media tentang sejarah, opini dan seni. Di dinding group pun sering menulis untuk mengedukasi. Beberapa puisi dan sajaknya juga pernah muncul sebagai karya sastra yang multitalenta dimiliki Pak Pri. Beliau itu sering ngumpul dengan jurnalis di daerahnya untuk belajar dan memberi pelajaran pada yang lain bagaimana hidup.
Komunikasi dengan Pak Pri, saya lakukan melalui akun pesan di facebooknya. Saya kirim tentang tulisan beliau di sebuah akun medsosnya untuk mengawali perkenalan. Akhirnya dibalasnya dan beberapa nasehat diberikan oleh beliau. Pesan beliau tulisannya itu tidak pretensi tapi untuk menasehati diri sendiri.
Pesan lainnya, ” ayo kita bareng-bareng mengejar matahari”. Sebuah ungkapan yang menyentuh jiwa bagaimana kita harus mengejar matahari sebagai kiasan yang begitu dalam. Pesan lain kepada saya disampaikan melalui teman satu sekolahnya tentang buku yang saya berikan kepadanya. Saya senang dengan saran beliau dan menerima apa yang disampaikannya. Semoga itu menjadi lebih baik lagi untuk karya selanjutnya.
Menuliskan Pak Pri tak ada habisnya. Gerakan-gerakan di daerah dan sekolahnya terus menggelora. Giat literasi dan pengelolaan mading, perpustakaan jadi bagian pengabdiannya untuk memajukan sekolah dibidang literasi. Di sekolah tempat bertugas saat ini sudah punya penerbit sendiri. Buku siswa atau guru-guru diterbitkan melalui terbitan yang dikelola oleh pihak sekolah. Hebat dong sekolahnya bisa melakukan hal tersebut. Melalui tangan dingin dengan berkolaborasi guru dan mitra lainnya, usaha ini tercapai. Membuahkan hasil dengan kemerian saat peluncuran respon dari berbagai pihak tentang kiprah dan prestasi sebagai penggiat literasi.
Beliau semakin terkenal dan banyak orang ingin mengenalnya terutama guru yang suka berlomba. Kerendahan hati bisa dilihat dari setiap untaian kata yang diungkakannya di medsos dan prilakunya. Itulah Pak Pri yang membuat orang lain senang, beliaunya juga senang.
Sebuah peristiwa keseruan dan unik saat kisah ini menyebar. Sebagai seorang finalis lomba Inovasi Pembelajaran di Jakarta yang bikin orang bertepuk tangan tanpa batas. Beliau diminta secara khusus oleh pejabat kementerian untuk menutup acara tersebut, padahal beliau sebagai peserta finalis yang tak juara. Peristiwa ini bikin heboh dan orang-orang tetap tersenyum lebar sembari bungkukan badan sebagai tanda penghormatan kepada beliau. Cerita ini menyebar menyebar cepat seperti kilat yang diiringi percepatan penjualan bukunya dimana-mana. Ha.ha.
Aqessa Aninda
Kisah realistik dituliskan oleh Aqessa Aninda di sebuah platform wattpad dengan banyak penggemarnya. Saya sebelumnya tidak tahu bagaimana wattpad itu. Melalui sebuah biografi penulis dibagian belakang, saya mulai tahu, mengapa buku ini diterbitkan Elex Media Komputindo.
Buku pertama saya beli sebagai buku pengantar liburan. Sebuah cerita tentang orang milenial bekerja di gedung tinggi Kota Jakarta. Petualangan tugas ke luar negeri dan jalan-jalan menjadi cerita menarik untuk dinikmati. Kisah karyawan sebuah kantor besar yang belum menikah dan kehidupan pernak-perniknya. Buku “Secangkir Kopi dan Pencakar Langit” jadi sajian empuk untuk dibaca pengantar tidur ataupun jadwal saat di penerbangan. Gara-gara cerita Aqessa Aninda dibuku ini, akhirnya setiap ke toko buku, saya menunggu kabar buku selanjutnya. Ketik di layar monitor dan mencari namanya, apakah sudah ada judul baru atau tidak. Di susunan atas meja atau di rak yang mudah didapatkan akan terlihat disana.
Di November 2017, saya akhirnya menemukan karya beliau di toko buku yang sering saya kunjungi. Buku ini saya membelinya padahal uang saya pas-pasan. Padahal saat itu, saya tertarik buku lain namun tiba-tiba ada sebuah buku berjudul “Satu Ruang” dengan penulis Aqessa Aninda jadi mata terbuka lebar. Ambil, kemudian bawa ke kasir untuk membayar buku yang cukup mahal bagi kantong saya saat itu. Saya ke toko buku kadang ingin tahu buku apa saja yang baru namun untuk membelinya atur waktu di akhir tahun dari uang bonusan kerja. Namanya juga gaji cukup pas-pasan untuk bayar angsuran. Kalau ada sisa, ya beli mainan untuk anak-anak dan tambahan uang belanja si istri.
Kebahagian saat pesan terbalas melalui twitternya. Saat itu, di biografinya hanya ada twitter dan email saja untuk bisa berkomunikasi. Pesan saya kirim hampir larut malam karena sedang iseng-iseng baca buku itu. Pesan dibalas dan senangnya bukan main. Responnya sih biasa tapi bagi saya, itu luar biasa bagi seorang penulis mayor yang bukunya bisa dipajang di meja utama.
Pesan singkat dikirimkan melalui akun istagram pribadinya. Tanya jawab tentang kapan terbit buku selanjugnya dan lain-lain. Jawaban apa adanya bagi penggemarnya membuat penggemarnya tidak baperan. Sesuai dengan kekaguman terhadap rangkaian isi cerita yang dikemas tanpa kebosanan. Imajinasi saya yang pas-pasan bisa mengikuti bagian-bagian isi cerita buku 1 dan 2.
Cerita mengesalkan dari keberadaan buku Satu Ruang yang saya beli saat itu. Menghadiri acara di sebuah gedung olahraga di 2018, saya membawa buku ini untuk dibaca. Ternyata, karena asyik kesana dan kemari mengurusi acara untuk pemberian penghargaan sebuah kompetisi, buku itu tertinggal di acara tersebut. Saya tak terfikirkan bahwa saya membawa buku ke lokasi acara. Karena baru teringat saat sampai di rumah, saya tanyakan keberadaan buku itu kepada panitia dan ternyata masih di simpan. Namun apa yang terjadi? Beberapa kali bertemu si bos panitia karena beliaulah yang menyimpan buku itu di rumahnya. Permintaan untuk dibawah saat jumpa juga tak terjadi, bahkan di kantor si bos saat jumpa juga tak dibawahnya dari rumah.
Saya merasakan sedih karena keberadaan buku ini. Setiap ke toko buku saya ingin membeli kembali buku Satu Ruang. Selalu tampak di depan mata saya berkunjung ke toko buku. Proses pengembalian yang lama membuat saya agak kesal. “Bos itu, kapan saya bisa menerima buku itu.” Di suatu kesempatan lain, ajak untuk ketemuan di toko buku, dan bilang kepadanya “lihatlah buku itu, hampir setahun ada di sana, itu tandanya buku laris.” Bagi saya, penasaran isi buku itu membuat saya ingin segera kembali atau saya beli saja yang baru. Berbagai upaya dilakukan dan akhirnya buku bisa kembali sediakala ke pangkuan untuk saya baca. Menangis rasanya, hampir setahun buku itu ditempat bukan semestinya. Hiks.hiks jadi sedih kan ceritakan hal ini.
Penulis yang saya gemari ini bekerja sebagai IT Application Developer di Jakarta. Prosesnya sangat panjang dilaluinya untuk jadi penulis. Saat di SMAN aktif ngeblog ria dan menulis di flatform wattpad. Sejauh perjalanan panjangnya itu, sudah punya 3 buku laris yang diterbitkan oleh Elex Media Komputindo. Terakhir karyanya tentang Jejak Series #2 yaitu “Dua Jejak” sebagai bagian dari Series #1 Satu Ruang.
Kesederhanaan hidup yang dijalaninya membuat orang semakin suka atas pola hidupnya. Menggunakan tas samping dan mudah dilipat membuat gaya hidupnya yang sederhana dan trendy. Tulisan dan pola hidup kekinian bisa jadi contoh bagi kaum zilenial untuk berkreativitas.
Kelima penulis mayor yang saya gemari bersedia membalas pesan saya melalui media sosialnya. Mimpi dan cita-cita saya sengaja diceritakan untuk bisa tersenyum bahagia bersama. Terima kasih ya Allah Swt, bikin hati saya lebih adem, ayem dan tentrem untuk selamanya. Aamiin.
“Cita-cita aku sederhana, aku cuma pengen cerita dan aku pengen orang ketawa baca cerita aku” – Raditya Dika
Kok banyak sedihnya tho pak?
Iya ya, mungkin saya melakolis ya. Hiks.hiks
Masya Allah..Tabarakallah Pak Sofyanto..saya sampai meneteskan air mata membaca tulisan Bapak…niat saya untuk menulis memang untuk berbagi, jika sekiranya dapat menginspirasi dan menggerakkan orang- orang lain di luar sana untuk juga menuliskan kisahnya dengan ridho Allah..bagi saya itulah sebenar- benar kenikmatan berbagi,Pak..
Terima kasih untuk inspirasinya. Semoga suatu saat bisa bertemu idolanya. Aamiin
Maasyaa Alloh. Luar biasa. Tulisan itu sdh bisa jadi buku, kawan. Ayooo semangat selalu
Siap. Masih fokus membantu teman lain agar jadi buku. Naskah mereka diutamakan yang sudah 1 tahun ngangkrak
Padahal Bapak sudah luar biasa hebat di mata saya, tapi masih belum apa2 bagi Bapak….. Bgm saya ya…. yang ga ada apa2 nya???
Kita harus menjadi insan pembelajar dan kolaborasi untuk saling menghebatkan.